Maret 21, 2011

SAKSI BISU ERA PERJUANGAN REFORMASI

SEBAGIAN KECIL KOLEKSI BERSEJARAHKU DAN KISAH PERJALANANKU YANG SANGAT TIDAK BERARTI BUAT BUAT ADIK-ADIKKU YANG SELALU ON UNTUK BERSENDA-GURAU DI FACEBOOK
Oleh: XYZ From A 2 Z Lost Information


Sebuah bendera sebagai saksi bisu bergulirnya era reformasi, bendera ini masih tersimpan utuh dan ikut menghiasi dinding kamar kumuhku. Pada zaman Orde Baru bendera ini pernah dicap sebagai simbol pembangkangan tehadap penguasa. Bendera tersebut aku dapatkan langsung dari keluarganya Budiman Sujatmiko di daerah Utan Kayu Jakarta, sewaktu Budiman Sujatmiko masih mendekam di penjara sebagai “tahanan politik” rezim Bapak Soeharto alm. atau lebih lazim disebut sebagai era “orde baru” (Kalo Kebetulan Bapak Budiman Sujatmiko membaca tulisan ini, maafkan saya Pak Budiman, saya tidak bermaksud untuk membangkitkan kenangan manis anda/kita pada era perjuangan reformasi!!!).

Saya ingat betapa bangganya sewaktu saya bersama rekan saya saudara Linggar (Pondok Labu Jakarta Selatan: “Kau masih “HIDUP” Gar….??? Lama kita kehilangan kontak”.) berjalan dari daerah Kampung Melayu lewat Matraman-Salemba sampai Perempatan Senen mengibarkan bendera ini dan kami mendapat applause dari seluruh masyarakat yang berada di pinggir jalan (pada waktu itu, perbuatan tersebut sangat beresiko dan berhak untuk mendapatkan penghargaan berupa satu sel antik untuk mendekam gratis dari pemerintah berkuasa). Sudah banyak rekan-rekan kami yang dengan begitu mudahnya mendapatkan hadiah tersebut dan banyak pula yang HILANG entah kemana rimbanya (salah satunya adalah saudara sepupu saya sendiri yang masuk dalam Daftar Orang Hilang dan terpampang dalam pamflet yang disebar di seluruh kawasan Jakarta). Perjalanan mengibarkan bendera tersebut berakhir di perempatan Senen, karena saya dan Linggar keburu dikejar bapak-bapak polisi yang kebetulan berada siaga di situ, kami lari ke arah Cikini lewat Patung Tani dan akhirnya kami berhasil kabur dengan naik bis kopaja ke arah Kuningan dan ngumpet di daerah Mampang.

Bendera tersebut adalah salah satu simbol dari perjuangan kaum rakyat jelata dan buruh untuk menggulingkan otoriter penguasa dalam monopolinya terhadap pelaksanaan kedaulatan demokrasi, simbol dari segelintir orang yang berusaha untuk peduli terhadap bangsa ini dan bergabung dalam wadah yang dinamakan Partai Rakyat Demokratik yang dipimpin oleh Budiman Sujatmiko. (beliau kini aktif di PDI Perjuangan). Pada awal kemunculannya ormas politik ini dicap oleh pemerintah berkuasa dan sebagian masyarakat sebagai organisasi terlarang yang berhaluan kiri (sosialis/komunis) yang pada akhirnya setelah runtuhnya kekuasaan orde baru, organisasi ini disyahkan menjadi sebuah partai politik oleh pemerintahan era reformasi dan berhak untuk mengikuti Pemilu pertama di era bergulirnya reformasi.

Kembali ke kenangan merah-hitamnya memperjuangkan lahirnya reformasi, kami ingat betapa seramnya hidup di Ibukota Jakarta, apalagi bagi kami-kami yang pada waktu itu semangat idealisnya masih meluap-luap dan dengan tanpa diniatkan untuk ikut terseret-seret ke dalam masalah ini, kami ingat bagaimana kami terbirit-birit dan bertiarap serata mungkin dengan tanah untuk menghindari tembakan-tembakan polisi dari jembatan layang grogol terhadap pergerakan mahasiswa Trisakti (yang saya yakin polisi pada masa itupun dalam keadaan labil/dilema terjepit di antara dua pilihan antara kepatuhan kepada pemerintah sebagai bossnya atau kepada rakyat dan mahasiswa yang pada saat itu jadi sasaran bedilnya). Pemberontakan rakyat semakin menggila dan semakin tak terkendali dengan ditandai pembakaran-pembakaran pusat-pusat bisnis di kawasan Jakarta, pada waktu itu saya melihat sekeliling kota Jakarta dari atas genteng rumah kenalan saya (orang Spanyol) kawasan Pejompongan, kota Jakarta dipenuhi oleh asap hitam dari berbagai kawasan. Tersirat sebuah pikiran buruk dalam hati saya: “Jangan-jangan Indonesia Udahan (tamat riwayat) dan tercoret sebagai salah satu negara berdaulat di bumi ini”.

Selanjutnya peristiwa pendudukan/merebut gedung MPR-DPR yang dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa Jakarta dan dari Jawa Barat yang rela berlapar-lapar berhari-hari dalam situasi cuaca yang kurang bersahabat terus bertahan menduduki dan menyegel gedung simbol demokrasi di Indonesia tersebut tanpa dibekali persiapan akomodasi yang menunjang, hasilnya banyak mahasiswa-mahasiswa yang jatuh sakit, pingsan dll. Saya disini ikut aktif (dibawah koordinasi Palang Merah Indonesia) membantu pengiriman bantuan logistik dan obat-obatan untuk keperluan para mahasiswa. Kami mendapatkan bantuan dari donatur-donatur tertentu yang secara sukarela membuktikan kepeduliannya terhadap perjuangan bangsa ini. Yang lucu pada waktu itu ternyata tentara (bantuan dari pasukan Siliwangi: Tasikmalaya, Garut dan Ciamis) yang dikerahkan untuk menjaga Gedung MPR/DPR tersebut sama-sama kelaparan dan kekurangan logistik juga. Akhirnya jatah buat mahasiswapun sebagian dikasihkan kepada mereka. Dari kenyataan itu sudah mulai ada titik temu dan rasa kebersamaan antara Mahasiswa dan Tentara yang menjaga mereka. Akhirnya Mahasiswa dan Relawan-relawan berhasil menduduki Gedung tersebut sampai akhirnya Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya sebagai Presiden RI dan dimulailah awal era reformasi berlanjut sampai sekarang.
Satu kesimpulanku dari sekelumit kisah nyata yang pernah aku lalui: “Perjuangan belum selesai dan tidak akan pernah ada ujungnya kecuali sejarah peradaban alam semesta raya tuntas (ARMAGEDON).

Catatan:
1. Tulisan ini sebagian kecil perjalananku yang tidak didukung dengan penulisan data kejadian dan tempat kejadian yang faktuil, karena pada waktu kejadian semua berjalan begitu saja, dan tak sedikitpun tersirat niat untuk menuliskan ke dalam bentuk diari. Masih banyak yang ingin kutuliskan tapi aku mesti ngorek isi memoriku dulu!!

2. Ada sebuah pertanyaan dari benakku sepanjang perjalanan reformasi sampai detik ditulisnya catatan ini: berkali-kali saya ketangkap petugas keamanan rezim orde baru karena dianggap terlibat dengan perbuatan-perbuatan makar, tapi setelah saya ditahan dan diberondongi pertanyaan-pertanyaan yang memang bingung menjawabnya, tiba-tiba saya dibebaskan dan bisa tersenyum lega karena dipersilahkan pulang setelah menandatangani surat pernyataan, lalu kami dibebaskan atas Jaminan “Seseorang” Siapakah seseorang itu???????????? Sampe sekarang aku gak tahu.

3. Saya sekarang tinggal dengan damai dikampung halaman setelah kurang lebih 15 tahun pergi (kabur) dari rumah dan menggembel di Ibukota karena alasan merasa dikucilkan masyarakat, akibat keisenganku terlibat dalam berbagai jenis kenakalan remaja, yang pada saat itu ada istilah “gak ok kalo gak badung”. Sekarang kegiatan sehari-hari diisi dengan berwiraswasta kecil-kecilan dan Alhamdulillah aku bisa membiayai ongkos hidupku, orang tuaku dan yang pasti “gue bisa fisbukkan semau gue”.

4. Maaf kalo catatan gue gak enak dibaca, karena memang riwayat pendidikanku tidak mulus seperti rekan-rekan yang lain.

5. ITULAH AKU YANG AKU YAKIN KALO AKU LEBIH BERHARGA DARIPADA ORANG-ORANG YANG MENGISI HARI PERAYAAN KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN ACARA TAWURAN MASSAL (Bulungan - Blok M Jakarta Selatan > Gimana nih rekan-rekan "Arek-Arek"-ku penguasa kawasan situ koq gak berkutik sih jagain wilayah). Atau ORANG-ORANG YANG MENUNJUKKAN JIWA PATRIOTIKNYA DENGAN “……………………….” DI FB.

"PARTAI RAKYAT DEMOKTATIK" ?????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar